04 Juni 2008

GUNTUR VS HABIB RIZIQ


Hikmah Pertikaian Rizieq dan Guntur
oleh : Mukti Ali Sampang


Dalam sebuah tayangan di televisi swasta Guntur Romli mendo’akan Habib Rizieq dkk. semoga mendapatkan hidayah, sebaliknya di suatu kesempatan Habib Rizieq melakukan hal yang sama semoga Guntur Romli dkk. segera kembali ke jalan yang lurus. Kedua orang muslim tersebut seakan – akan kehilangan kendali, mereka saling menyerang, saling berargumentasi, saling mempertahankan “keyakinannya” dengan bermacam cara bahkan saling menghasut, menghina, dan mengkafirkan satu sama lainnya. Keduanya terjebak dalam ke-fundamental-an, ke-fanatik-an, skeptis, dan kosong.
Guntur Romli dengan semua ilmu yang ia miliki berusaha membenarkan “kayakinannya” tentang keberagaman, pluralisme dan liberalismenya. Begitupun Habib Rizieq dengan pemahaman pribadinya tentang al-Qur’an dan al-Hadits ia cenderung lebih memaksakan “keyakinannya” untuk dianut oleh orang lain, menggunakan berbagai macam cara bahkan dengan cara kekerasan.
Mereka itu ibarat dua orang buta yang berdebat tentang bentuk gajah. Konon, ada dua orang buta yang ingin mengetahui bentuk gajah, didatangkanlah mereka ke kebun binatang, yang satu memegang ekor dan yang lain memegang telinga. Kemudian, keduanya ditanyakan prihal bentuk gajah yang mereka ketahui, maka terjadilah perdebatan hebat, saling mempertahankan pengetahuannya tentang bentuk gajah. Si buta pertama yang memegang ekor ia merasa paling pintar, paling berpengalaman ia berpendapat bahwa bentuk gajah itu kecil seperti ular, sedangkan si buta kedua dengan kefanatikan dan keradikalannya berpendapat bahwa bentuk gajah itu lebar seperti daun. Perdebatan itu baru berakhir setelah mendapat penjelasan dari orang yang mengantarkan mereka ke kebun binatang tersebut tentunya yang tidak buta.
Sebagaimana si buta baik Guntur Romli dkk. maupun Habib Rizieq dkk. keduanya sama – sama terjebak dalam ekslusifisme, mereka sama – sama menutup diri, sama – sama merasa sudah penuh dengan kebenaran, merasa sudah penuh dengan hidayah, keduanya sama – sama mengklaim hanya golongannyalah yang berhak masuk ke surga. Dan mereka sangat sulit untuk didamaikan. Kecuali, jika Allah swt. sendiri yang meredakan mereka dan menjelaskan kebenaran yang haqiqi, yaitu dengan cara memanggil mereka untuk mengahadap-Nya tentunya dengan kematian mereka. Sebagaimana yang dialami Amrosi cs saat ini.
Padahal mereka tahu, bahwa perdebatan, perseteruan, pertikaian, dan permusuhan adalah perbuatan yang sangat – sangat dilarang oleh agama ini. Semua orang Islam tahu, bagaimana para ulama’ salaf terdahulu berbeda pendapat satu sama yang lain tentang suatu hukum, para Imam dengan kedalaman pemahamannya serta ketawadhuannya mereka tidak pernah terlibat dalam perdebatan kusir sabagaimana yang dilakukan dua kelompok ini. Beliau para Imam saling menghargai pendapat masing – masing tanpa ada satu katapun yang membuat hati imam yang lain tersakiti. Itulah cara – cara para Imam terdahulu dalam berbeda pendapat, apalagi cara – cara yang contohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW yang akhlaq dan budi pekertinya paling sempurna di muka bumi ini.
Seorang Guntur Romli yang mengaku alumni Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan maupun Habib Rizieq yang seorang Ustadz dan panutan ummat, mereka sangat – sangat alim akan hal itu dan mereka tahu kalau hasil dari ijtihad yang dilakukan mujtahid baik salah maupun benar sama – sama akan mendapatkan pahala dari Allah swt. atas usaha ijtihadnya itu. Tapi, mengapa mereka harus ngotot? mengapa mereka harus saling menyakiti? mengapa mereka harus saling mengkafirkan? Apakah mereka sudah bertemu Tuhan mereka yaitu Allah Dzat yang Maha Berilmu.
Sebagai orang Islam peristiwa pasca keributan yang terjadi di Monas itu cukup menggugah hati dan keyakinan. Namun, biarkanlah kedua kubu itu berseteru dan biarkan waktu yang mendewasakan mereka berdua. Dan saat ini kita kembali dihadapkan pada sebuah peristiwa paling mutakhir yaitu Amrosi cs telah di eksekusi mati, ummat Islam kembali dipaksa memilih. Apakah pro kepada jalan yang ditempuh Amrosi cs dan menganggap mereka sebagai Syuhada’ atau sebaliknya kita pro kepada golongan Ulama’ yang menganggap Amrosi cs adalah sebagai teroris? Sekali lagi hanya Allah swt. yang Maha Tahu dan manusia sama sekali tidak diberi kekuasaan untuk menilai manusia sebagai syahid apakah teroris. Jadi, sukup jangan ada lagi perseteruan dan perdebatan.
Ada hikmah besar yang dapat kita ambil dari peristiwa itu ; Pertama. Bagi ummat Islam yang terlanjur pro terhadap pemikiran Guntur Romli, Gus Dur, Amien Rais atau yang pro kepada cara – cara yang dilakukan Habib Rizieq, Amrosi cs, Habib Abdurrahman Assegaf, KH Ma’ruf Amin, penulis bukan bermaksud mengajak ummat Islam untuk meninggalkan mereka. Tetaplah pada keyakinan yang selama ini diyakini dengan berprinsip bahwa hasil ijtihad salah atau benar adalah menjadi otoritas Allah swt. Kedua. Tingkatkan keimanan dan keyakinan dengan memperbanyak membaca, meghadiri majelis ta’lim, tanpa harus membatasi sumber bacaan dan majelis ta’lim tertentu, karena Hidayah Allah swt. yang sebenarnya tidak datang dari golongan tertentu.
Ketiga. Selama Tuhannya masih Allah swt, Nabinya Nabi Muhammad SAW (Ihsan), Rukun Imannya ada 6 (Iman), dan Rukun Islamnya ada 5 (Islam) mereka adalah saudara kita yang harus kita bela, mereka seperti anggota tubuh kita yang sakit jika disakiti. Perbedaan dalam penerapan dan pemahaman terhadap ketiga komponen tersebut Ihsan, Iman dan Islam biarkan menjadi hak saudara – saudara kita dalam berijtihad, itu hanya perbedaan sudut pandang saja. Keempat, kebenaran yang kita yakini hanyalah berlaku untuk kita sendiri, kadang tidak berlaku kepada orang lain, Maka dari itu, hargai pendapat orang lain, gunakanlah cara – cara berdakwah yang bijak dan perbanyaklah dengan hikmah mulailah berdakwah dari diri sendiri, keluarga kemudian orang lain.
Kelima. Siapapun yang menyampaikan kebenaran baik dari ulama’ besar maupun ustadz kampung, baik dari golongan kita maupun bukan, tua ataupun muda, besar ataupun kecil sudah saatnya kita tidak membeda – bedakan. Pepatah arab mengatakan yang artinya “Jangan lihat siapa yang mengatakan, tapi lihatlah apa yang dikatakan”.
Jika hal itu kita yang kita lakukan ummat Islam akan bersatu, tidak ada lagi pertikaian, tidak ada lagi kekerasan, tidak ada lagi perdebatan, dan tidak ada lagi yang rebutan surga. Perbedaan kita jadikan sebagai rahmat yang melengkapi satu sama yang lain, saling menyempurnaan satu sama yang lain, saling mengisi satu sama lain. Dan pada suatu saat ada anggota FPI atau pengikut Amrosi cs dengan penuh ke-tawadhu-an dan kerendahan hati duduk dengan penuh khidmat mendengarkan ceramah agama yang disampaikan oleh Ulil Abshar Abdallah yang ketua JIL itu, atau Seorang warga Nahdiyin dengan bangga mendengarkan ceramah agama yang disampaikan oleh DR. Amien Rais yang mantan ketua Muhammadiyah itu, tanpa harus meninggalkan ke-NU-annya. Penulis yakin, dari sekian banyak isi ceramahnya pasti ada kebaikan yang harus diamalkan. Namun, jika ada kekurangan dimusyawarahkan bukan menghinakan, bertanya bukan berdebat, biarkan keyakinan kita menjadi barang yang sangat privasi yang menjadi urusan kita dengan Allah swt.
Kebenaran yang kita yakini kita amalkan dengan penuh kekhusuan dan hanya mengharap ridha Allah swt. semata, sehingga kita akan menjadi ummat yang kuat, tidak mudah diadu domba, tak tergoyahkan oleh apapapun dan akhirnya kita akan menyongsong kebangkitan Islam dan Muslimin.