Kamis, 23 Oktober 2003
Pagi kusut membosankan kujalani formalitas akademik, yek! bau busuk moncong Bapak Dosen Statistik Pendidikan berlogika, ditambah bau amis dan anyir kamar mandi yang berada pas di depan ruang F membuat perut kosongku yang belum sarapan kembang kempis, mual, jijik!!. Rasanya pengen memuntahkan sisa makanan tadi malam. Kuliah menyebalkan!
Teman baru harusnya menambah gairah dan libidoku termotivasi. Tiada daya, dan mati rasa! Aku terpaksa harus nyelesaikan hutang mata kuliah karena cuti ini dengan beban yang terasa amat berat. 12 SKS terasa 155 SKS, 1 semester terasa 8 semester, seandainya HALAL kutinggalkan ikatan yang sebenarnya tidak mengikat ini.
Entah, hari – hari terakhir kuliah ini, hampir tidak ada motivator sama sekali, TTM (teman tapi monyet)ku yang seangkatan denganku sudah tidak ada mata kuliah lagi, yang ada wajah – wajah baru adik kelas yang masih lugu, masih idealis, nggacor ini dan itu, padahal kalo seandainya mereka tau setelah lulus kuliah hanya akan menambah antrian pengangguran, dia gak akan seserius itu, dan biasa – biasa aja ga akan ngotot. Tapi, Aku rasa inilah saatnya, pemutihan diri dari otak – otak kotor masa lalu, no lebay, no genit, and no birahi, hehehe.
Tuhan, nyata – nyata ikut andil dalam perjalanan hidup ini, jodoh emang mutlak di tangan DIA, padahal aku udah coba pada RINA gadis terseksi di kelas baruku, dipaksakan eh malah terpaksa, dia yang terhibur aku blennek, enak di dia ga enak di gua!.
Rupanya tidak sampai di situ, aku coba pada si FARAH cewek berparas cantik, lugu, 100% buatan desa, aku berharap dialah motor baruku, kujajaki ; dangkal, pasif, monoton tidak variatif, bukan hatiku yang terbuka, dompetku yang menganga, uang sakuku sekarat, terlalu longgar dan boross!Katanya “Mas aku lama ga dapat kiriman dari desa. “ GLEG! Emang aku bapakmu hah?.
Kali ini aku pasrah! biarlah Tuhan saja yang memilihkan jodoh untukku, tentunya jodoh yang cakep, manis, kaya raya, baik dan setia. Hehehe jika Tuhan mau aku juga mau.
Mimpi apa aku semalam, suer!! Fakultas Tarbiyah masih menganga, hari itu aku ga pake mantra – mantra yang biasa jadi andalannku. Tiba – tiba kamu tersenyum ke arahku, saat itu aku ragu, aku menoleh ke belakang siapa tau senyum itu bukan untukku dan setelah aku yakin senyum itu benar – benar untukku, aku balas senyumanmu dengan senyuman termaut yang aku punya. Hehehe, rupanya senyumanku kali ini berhasil menghipnotizemu, terbukti kamu malah mendekat ke arahku.
“ Kak, punya no telpon ga?” kamu membuka obrolan pagi mendekati siang saat itu.
“ Aku ga punya nomor telpon, ada apa, ya?” Jawabku kaget, kok tiba-tiba kamu nanyak nomor telponku, mau bayarin tagihan telpon bulan ini apa?
“Ga, aku cuma pengen sharing.” Jawabmu.
“Oh, gini aja nomor telponmu berapa? Nanti aku yang call u, gimana?”
“ Telponnya jam 9 malam aja, ya kak?” Pintamu aku mengiyakan.
Aku masih ga yakin dengan keseriusanmu saat itu untuk sharing denganku, kita memang kenal wajah tapi aku yakin kamu ga begitu mengenalku, pun sebaliknya denganku. Meskipun kamu seangkatan denganku, satu fakultas lain jurusan, aku jurusan ke neraka kamu ke surga, ups! Maksudku temen – temenmu jubahan, jenggotan, celana cekak, dahi item, dan mayoritas lulusan pondok. Sementara aku? Teman – temanku malah sering buka – bukaan, sering pamer yang dia punya. Maklum kebanyakan teman – temanku lulusan SMA umum, yang pura – pura ga tau hukum agama, padahal di hadapan Allah ga kenal mana yang lulusan pondok mana yang ga, mereka akan dihukum sama, ya ga?. Aku yang lulusan pondok saja sering diwarnai mereka dan jarang sekali mewarnai mereka, aku malah ikut menikmati dan sering tergoda, hehehe. Jangankan aku dosen mata kuliah Manajemen Strategi yang udah tuwir sering dibuat klepek – klepek pengen muda lagi jika melihat tingkah laku teman – teman kosmaku yang “Brani” itu. Ya ga Pak Panjul? Hehehe.
Ani, demikian kamu biasa dipanggil, aku kenal nama kamu sebenarnya udah lama, sebelum aku menginjakkan kaki ini di kotanya buaya ini. Kisahnya begini, aku kan punya teman, temanku itu punya teman, nah temannya temanku itu punya teman yang kenal kamu, hehehe dia nyuruh aku cari namamu itu, kata dia kamu itu teman sekelas di SMA dulu, dia bilang juga kalo kamu itu cantik, bener ta?, pinter, pernah jadi ketua sosis ups OSIS, dan dia juga bilang kalo kamu kuliah di sini. Wah, aku jadi termotivasi untuk cari kamu, jangan GR dulu, aku cuma kasian ngeliat temanku itu sampe sering ngomong sendiri, ketawa sendiri, kayak orang tua kehilangan anaknya, dia sering nanya ke aku, udah ketemu ga?
An, kamu tau? Setelah mengadakan investigasi nama Ani, ternyata satu yang kutau, orang yang bernama Ani itu pasti cantik dan pinter meskipun Ani di kampung halamanku Sampang dia jualan rujak, hehehe. Aku sering salah alamat Ani kamu yang kucari malah sering menemukan Ani palsu yang saya rasa cakep juga hahaha.
Pencarianku akan dirimu tidak jua aku temukan, itu juga karena teman – teman kosmaku yang “Berani” membuat lupa kalo aku sedang mencari namamu. Hingga akhirnya kita berada di penghujung formalitas akademis ini, seandainya aku menemukan kamu sejak awal, pasti aku gak bisa menikmati indahnya mahasiswi - mahasiswi cantik di kampus ini. Hehehe, Itulah kuasa Tuhan aku harus diperkenalkan dulu dengan mantan – mantanku, pun sebaliknya dirimu. Kalau tidak, mungkin kita tidak sematang hari ini. Kayak buah aja!
* * * * *
Malam Jum’at Kliwon 23 Oktober 2003, pukul 08.02 Waktu Gedangan Sidoarjo Indonesia.
“ Assalamu alaikum” Aku membuka obrolan di telepon malam itu.
“ Waalaikumus salam” Jawabmu
“ Ani ? “
“ iya saya sendiri, siapa ya?”
“Aku Aldy! maaf, agak majuan dikit, wartelnya takut keburu tutup An”
“ Ah, Ga papa, kak”
“ An, kamu ga salah orang ta?”
“ Maksudnya?”
“ Emang, kamu kenal aku ta, kok mau sharing denganku?”
“Hehehe. Aku tau kak Aldy sebenarnya udah lama kok, aku banyak tau tentang pean dari Hendra teman sekosmaku, kakak kenal kah?
“ Hah! dia bilang apa tentang saya? “
“ Dia bilang kalau kakak dulu gurunya saat di pondok?”
“ Ya, bukan guru pelajaran di kelas – kelas, tapi cuma guru lukis di ekstra”
“ Ah, itu ga penting, aku cuma yakin aja kakak orang baik, hehehe semoga aja aku ga salah orang...”
“ Baik dari hongkong? “
“ Gini kak,... “
“ Ada apa, kok kayaknya serius?”
“ Aku saat ini menjalin hubungan ama seseorang, tapi aku ga merasa karena sejak awal aku anggap dia sebagai teman biasa saja, celakanya dia selalu menuntutku aneh – aneh..”
“ Loh, emang dia apamu?”
“ Dia, bukan siapa - siapaku”
“ Loh, kok bisa?”
“ Padahal aku ga pernah menjawab ia, saat ia nyatakan, aku bingung kak “
“ Tapi, kayaknya kalian sering bersama?”
“ Iya, tapi tidak pernah berdua kak, biasanya barengan ama teman – teman lainnya, emang sih teman - temanku sering menjodoh – jodohkanku ama dia, aku terpaksa nuruti aja”
“ Nah, itu dia salahmu, meskipun kamu ga jawab iya, tapi kamu mau setiap ajakannya, menurutku itu melebihi dari jawaban”
“ Iya, tapi kan ga pernah berdua kak, dan tidak ada sikapku yang menunjukkan aku suka dia ”
“ Kan itu katamu. An, kebanyakan wanita yang saya kenal itu tidak tegas, tidak berani menolak, dan tidak berani berkata tidak, apalagi dia teman baiknya “
Malam itu kita ngobrol panjang lebar, ngalor – ngidul, dan malam itu aku berperan seperti manusia setengah dewa, kayak orang bijak, sok dewasa, sok pinter, padahal semua orang tau kalo aku adalah manusia yang paling ga enak didengar saking banyaknya gadabrus, ngibul bin gombalnya.
Tok!, tok!, tok! suara pintu diketok dari luar.
“ Maaf mas, wartelnya udah mau tutup” ternyata suara penjaga wartel yang mengingatkanku. Tak terasa, obrolan kita sudah satu jam lebih, tarif lokal saat itu 200 permenit, jumlah total Rp. 13. 000. GLUADAK!! Aku kaget abis deh jatah ongkos Gedangan – IAIN besok ( hehehe, kayak ga ikhlash, ya? )
“ Maaf, An ya? Wartelnya udah mau tutup ”
“ Oh, ya ga papa kak, aku yang minta maaf, makasih banyak ya atas masukannya?”
“ Udah ya?, Assalamu ‘alaikum”
“ Kak, besok pean ke kampus ga?”
“ May be, soalnya aku ga ada kuliah besok, mm... liat besok aja ya?, soalnya besok aku ada acara di rumah mbakku”
“ Ya udah kak, assalamu alaikum”
“ Waalaikum salam”
Waaaa, seumur – umur aku ga pernah nelpon lama seperti ini, sampe kupingku panas, dan menghabiskan biaya yang cukup besar dan berat, mengingat tanggal udah tua, kiriman dari ortu udah jarang – jarang karena mereka menganggap aku udah bisa cari pengahasilan sendiri, padahal sampinganku ga cukup buat biaya hidup di kota metropolis yang serba mahal ini, karena daripada pemasukannya lebih banyak pengeluarannya.
Ya udahlah kalog begitu, itung – itung beramal, aku ikhlash kok, hehehe ( kayak terpaksa ). Kapan – kapan diganti ya?
An, aku ga GR dengan lamanya obrolan di telepon itu, aku kira kamu juga melakukannya pada orang lain, malam itu kamu seperti operator telepon yang bikin lupa lawannya. Tapi, ada satu kata yang mengusik pikiranku malam itu.
“Kak, besok ke kampus ga?” Pikirku, apa urusanmu aku ke kampus atau ga, emang aku siapamu?, trus kalo aku ke kampus kamu mau apa? Sumpah!!, aku tidak bisa tidur nyenyak malam itu, hehehe bisa jadi mikir ongkos ke IAIN besok pake apa? Ani Prikitiw.
* * * * * * *
Jum’at, 24 Oktober 2003 ( hehehe Rp. 241.003, itu kan mas kawin pernikahan kita )
Pagi. Gedangan berselimut kabut, Angak HO!!. Aku kedinginan dan kembali memperbaiki selimutku, aku lirik jam, Inget kamu aku meloncat, begegas wudhu’, shalat shubuh, mandi, nganter mbak ke pabrik. Setelah itu biasanya mojok di pojok sofa yang udah kayak daun dimakan ulat, banyak bolong – bolongnya, biasanya ditemani kepulan 234 atau lebih sering nyedot jari sendiri. Hehehe maklum mahasiwa.
Jam 07.00 biasanya aku sudah berada di bawah jembatan penyebrangan, dari kejauhan pintu gerbang IAIN udah kelihatan berdiri angkuh dan congkak. Aku sengaja berangkat lebih pagi, kalo ga begitu aku ga dapat tumpangan “nunut” sepeda motor bareng tetangga, dan harus rogoh gocek lagi buat ongkos naik BISON yang udah abis tadi malem, hehehe masih inget, BISON itu anaknya bis yang hanya memuat 9 orang, tapi itu bisa dimasuki 30 orang, Gila!!. sopir dan kenek sering menghalalkan segala cara untuk meraup untung yang banyak, tidak peduli lagi pada keselamatan, hehehe kalo begini aku kayak kapolda, ya?. Dan ujung – ujungnya Bison menjadi sesak, pengap, sumuk, bau keringat, bau ikan, bau kentut, dan wajah yang seger bau parfum ini biasanya terkontaminasi menjadi bau apek, kumus – kumus kayak ga pernah mandi, apa emang karena wajahnya kali ya?. Kalo lagi mujur duduk mangku cewek cantik, dosa? Ga lah wong terpaksa, darurat. Tapi, cewek itu biasanya kalo pagi masih harum bau parfum, kalo udah siangan dikit udah keluar tuh bau aslinya.
Itu kalo lagi mujur, yang sering malah banyak sialnya, udah sesak begitu, sudah tidak dapat tempat duduk, dipaksa duduk di bawah ketiak kenek dengan ludah muncrat berhamburan karena teriak - teriak cari penumpang baru, kalo udah begitu ke IAIN terasa pergi ke ujung dunia.
Adowww!!! Tiba – tiba Polwan cantik mencubit susuku suakit sekali, “mas jembatan penyeberangan itu dibuat untuk para penyebrang, mengapa kamu tetap nyeberang lewat bawah?” Aku berseru kesakitan, aku tidak menjawab amarah Polwan itu, aku hanya diam, karena aku memang salah ngapain ngotot nyeberang lewat bawah yang jelas – jelas dilarang. Padahal aku tau di seberang sana ada Polwan berdiri menjaga – jaga. Hehehehe lumayan meskipun sakit kalo Polwannya cantik ga terasa sakitnya. Hehehehe
Suasana kampus dari dulu hingga sekarang ya begitu itu, lewat melalui satpam gendut dengan wajah cemberut (maklum saat itu masih tanggal tua), di samping kanan satpam ada DPR (Di bawah Pohon Rindang) itu hanya istilah tempat nongkrong yang masyhur di kalangan civitas akademika tepatnya di dekat pintu gerbang masuk, setelah itu kamu akan melewati Masjid Ulul Albab dengan aksesorisnya, ikhwan dan akhawat atau tepatnya pasangan jantan dan betina yang sudah tidak bisa lagi membedakan mana mall dan mana Masjid.
Kali ini aku melewati Bank BTN, tempat kita bayar SPP dan tetek bengeknya yang jika dikalkulasi masih terlalu mahal untuk biaya pendidikan, mengingat pendidikan adalah hak setiap warga negara yang baik seperti aku ini, dan seharusnya sudah menjadi tanggung jawab negara. Dari pada dikorupsi, memperkaya diri sendiri kan mending di shadaqahkan untuk rakyatnya, buat beli HP baru ups maksudku buat bayar SPP.
Tung! Aku menendang kaleng bekas minuman berkarbonasi, Hah? tendangan kali ini tepat sasaran mengenai kepala Pembantu Rektor X yang keluar tiba – tiba dari gedung rektorat yang berada tidak jauh dari BTN, aku pura – pura ga tau, tepatnya lempar batu sembunyi tangan “ Maaf Pak aku sengaja menendangnya, itu mungkin sudah sesuai dengan amal dan perbuatan Bapak yang lebih suka mengedepankan kepentingan diri sendiri dan golongan Bapak!”
Pagi itu aku lewat depan perpustakaan kampus yang telah banyak membantuku menyelesaikan tugas kuliah, meskipun hasil foto kopi, mengingat aku tidak pernah membeli buku mata kuliah. Dan aku masih ingat sekali di sini aku pernah mengeluarkan pisau karatan dan celurit mainan untuk nakut – nakuti orang tersombong di kampus ini hingga menangis dan lari terbirit – birit. Aku terpaksa sekali melakukan itu untung ga ada satpam, dia merasa dia dan golongannya yang punya kampus, monopoli, arogan, dia merasa ditangannya BEM, dan Dekanat bisa diatur seenaknya. Kali ini tidak kawan, akulah sandunganmu.
Tak terasa, Aku sudah berada di gedung yang telah memproduksiku menjadi babak belur seperti ini, dari kaku menjadi lucu, dari lugu menjadi emberl, dari matang menjadi mentah, dari badik menjadi badak, hahahaha. Inilah Gedung Baru Fakultas Tarbiyah apapun dirimu kamu telah membuka kenakalan berfikirku, sampe - sampe Allah saja dibahas keberadaan-Nya apalagi kebenaran perintah shalat. Anehkan IAIN Institut Agama Islam Negeri jadi Institut Anti Islam Negeri, sekolah aneh.
Dan tugasku selanjutnya menunggumu, resiko salahku sendiri sih kenapa aku datang duluan. Aku menunggumu sudah dua jam, sebenarnya aku tidak suka menunggu atau ditunggu, karena keduanya sama - sama merugikan, yang akan mengancam stabilitas umum. Tapi, beruntung aku selebritis, banyak teman yang bergantian menemani kesendirianku, mereka datang dan pergi biasanya minta rokok, rokok abis mereka pergi. Maklum mahasiswa jangankan rokok 234 rokok klentengan sendiri aja abis dilahap.
Kali ini kamu nongol bersama senyumanmu dari Gedung Tarbiyah lama yang biasanya di sebut stasiun kampus itu. Jujur, senyumanmu lebih manis daripada yang kemaren, indah sekali membuatku merasa tidak pernah menunggumu sedari tadi. Kamu datang bersama teman – temanmu yang alim – alim itu, jubahan, jilbab menjulur, kopiahan, celana cekak, dahi belang ga tau kenapa kok bisa belang begitu, kebanyakan sujud apa kebanyakan diampelas?. Hehehehe. Aha!! cowok yang tadi malam kamu ceritakan ada beserta rombongnya, jualan bakso apa?. Kalian tersenyum ke arahku kayaknya udah janjian, begitu kompak, seragam, dan menyejukkan, membuatku ingat saat – saat mondok dulu. Kalian bener – bener santri dalam kampus. Ckckckck, kalian hebat!
“ Kak, tunggu ya? Aku masuk dulu!” GLEG!. Aku membeku, kamu ga merasa kalo aku telah menunggumu dua abad yang lalu. Aku membalasnya dengan senyuman mengangkat bahuku pura – pura tidak sedang menunggumu, aku pura – pura sibuk dengan kegiatan yang aku sendiri mengerti. Meskipun teman dan rokokku terpaksa aku jadikan tumbal.
Tidak lama kamu keluar, dari ruang kosmamu, tapi masih bersama teman – temanmu yang kemudian nongkrong di tempat duduk depan Fakultas. Kamu jahat, kamu bener – bener ga memperdulikanku, kamu malah bercengkrama bersama teman – temanmu, dan dengan cowok itu, sesekali tertawa, sesekali tersenyum. Hah! ngapain aku cemburu, emang kamu siapanya aku?
“ An, aku duluan!” Dengan sangat terpaksa aku harus pamit, aku harus pergi dan melupakan semua tentangmu. Saat itu aku putus asa.
“ Loh, kak! Katanya pulangnya bareng, aku ga ada kuliah kok, dosennya sakit?” Teriakmu memberhentikan langkahku. Aku hanya bisa mengangkat bahuku, jantungku berhenti berdengup, aku masih berdiri di rawa – rawa keraguanku, kamu beranjak, kamu benar – benar meninggalkan mereka. Kamu telah mencabik – cabik hati mereka yang selama ini berpuisi tentangmu. Kamu seharusnya tetap bersama mereka dan dia, kamu seharusnya tidak boleh memilihku, aku tidak lebih baik dari dirinya, kamu harus tetap di sana, kamu dibutuhkannya. Tapi, seandainya kamu memilih mereka, bagaimana dengan diriku?Teriak batinku.
An, meskipun aku berjalan tidak menggandeng tanganmu, meskipun aku tidak berjalan di sampingmu, aku merasa telah melukai mereka, terutama dia yang selama ini mencintaimu.Namun, inilah pilihan seperti kataku tadi malam kamu harus tegas, ehem ternyata kamu mau mengamalkannya. Tapi, menurutku pilihanmu kali ini pilihan yang salah, ini kesalahan terbesarmu, bersamaku kamu akan ditertawakan, bersamaku kamu akan turun nilai jual, dan bersamaku kamu akan dihinakan. Kamu belum tahu itu, di kampus ini aku dijuluki dijuluki PK, aku dikenal memiliki banyak dayang – dayang, kanan - kiriku cewek - cewek menor, aku suka tawuran, tepatnya aku adalah trauble maker di kampus ini. Di sini aku berperan bukanlah sebagai aku sebenarnya. Aku merasa semua mata melihat curiga ke arahku dan kamu, aku melangkah ragu, aku berusaha selalu mendahuluimu, aku tidak ingin kamu digunjingkan, An, kamu terlalu baik, aku tidak ingin kamu dicap sebagai korbanku berikutnya.
“Dapat barang baru ya Al?, cantik juga!” Bisik satpam menggodaku, kumisnya menyentuh daun telingaku aku hanya membalasnya dengan senyuman, untung kamu ga dengar.
IAIN telah kita tinggalkan, kita sudah berada di halte bis tanpa kata – kata, kita membisu, kamu dengan perasaanmu dan aku dengan perasaanku. Aku rasa inilah akhir dari cerita itu, karena Bis F yang aku tunggu sudah tampak dari kejauhan.
“ An, naik apa?” Aku beranikan membuka pertanyaan.
“ Sembarang bis F bisa, bis P1 juga bisa” Jawabmu.
“ Kalo begitu, biar bareng, naik F ya?” Kali ini aku memohonmu, dan kamu hanya mengangkat bahumu tanpa kata. Emang senam?.
Bis F sudah berada di depanku setelah aku hentikan. Kali ini, aku pasrah kalau jodohku kamu akan ikut bersamaku naik bis jelek ini. Alhamdulillah, nasib baik masih berpihak kepadaku, ternyata kamu juga naik bis F yang aku tumpangi, meskipun kita tidak dapat tempat duduk bersama karena terlalu banyaknya penumpang, tapi jarak kita masih memungkinkan untuk berkomunikasi. Namun, kita masih membisu dengan fikiran kita masing – masing.
“ Kakak turun mana?” Kali ini kamu yang membuka pertanyaan.
“ Turun Kupang, aku mau ke rumah mbakku karena nanti malam ada acara tasyakuran “. Jawabku.
“ Oo...” Kemudian kamu terdiam. Kupang yang menjadi tujuanku sudah kelihatan dari kejauhan, kali ini aku yakin akan menjadi kebersamaan pertama dan terakhir kita.
“ Mau, mampir ga?” Tiba – tiba keluar dari mulut ini kata – kata yang aku sendiri tidak sadar mengucapkannya, apa karena aku sering ngegombal, aku tidak banyak berharap kamu mengiyakan ajakanku kali ini.
“ Hmm, maaf kak! Soalnya jam satu nanti aku ada acara.”
“ Ga papa, nanti setelah jum’atan aku antar kamu pake motor mbakku, gimana?” Kali ini kamu ga bisa mengelak, kamu terpaksa ikut dan turun bersamaku.
Rumah mbakku sudah berada di depan kita, kamu berdiri di belakangku, malu.
“ Mana Nisa? Siapa lagi ini yang kamu bawa?”. Mbakku menyambut kehadiran kita dengan pertanyaan yang membuat mukamu merah, malu dan menyesal karena kamu telah ikut bersamaku. Tapi, kamu malah membalas pertanyaan itu dengan senyumanmu, padahal aku tau hatimu hancur. Aku kan parasetamol ups paranormal.
Jangan kwatir, Nisa, yang ditanyakan mbakku itu adalah teman sekosmaku, dia bukan siapa – siapaku. Namun, dia selalu ada untukku di manapun dan kapanpun, padahal dia sudah mempunyai tunangan dan herannya lagi aku menikmati itu, Hehehe. Tapi itu dulu, sekarang mereka sudah sibuk dengan tugas akhir mereka masing – masing. Sementara aku masih harus melunasi hutang mata kuliah semester taon lalu.
Melihat kejadian itu, aku pasrah, karena aku ga punya maksud dan tujuan apapun mengajakmu ke tempat saudaraku ini selain untuk memperbanyak sodara dan untuk mempererat tali ukhuwah basyariyah. Hehehe, selebihnya itu urusan yang di atas.
“ Ok, aku jum’atan dulu ya An, kamu baik – baik aja bersama mbakku!" Saat itu aku pamit jum'atan dan kamu tidak merespon dengan apapun meskipun dengan senyumanmu. Aku yakin sekali kamu menyesal.
Pulang jum’atan, aku liat kamu dan mbakku sudah mulai akrab, bercengkrama membuat masakan, Apokpak!, dan kelihatan kompak sekali, kalian seperti sudah lama kenal, dan aku hanya bisa menikmati warna – warni sikapmu yang apa adanya itu.
“ An, udah jam setengah satu, nanti Nyokapmu cari kamu!” Aku terpaksa mengingatkanmu, meskipun sebenarnya aku ingin kamu masih tetap bersama kami, tapi apa boleh buat.
Perjalanan pulang bersamamu dengan motor butut peninggalan ayahku, yang anti air ini membuat perjalanan kita menjadi lambat dan menjenuhkan. Perjalanan yang seharusnya ditempuh lima belas menit menjadi satu jam. Aku yakin awal kebersamaan ini mengecewakanmu, dan aku yakin kamu kapok. Tapi, aku tidak berharap kamu iba dan kasian kepadaku. Sepanjang perjalanan kamu diam tanpa kata, hingga membuatku berfikir aneh – aneh tentangmu, dan akhirnya kamu memberhentikanku, masih tanpa kata terucap kamu turun dan pindah ke kendaraan lain kemudian pergi meninggalkanku tanpa basa - basi. Saat itu aku merasa separuh jiwa ini ikut bersamamu, kau mencabutnya membabi buta, aku terdiam di atas motor yang terus berkicau kasar karena kenalpot yang telah dimodif oleh kakakku.
An, mengapa kamu minta berhenti di tempat yang aku sendiri tidak mengerti ini?. Kalau memang rumahmu di sini, mengapa kamu masih naik kendaraan lain? Mengapa? Ah, ngapain aku mikir kamu, toh kamu sedikitpun tidak memikirkan aku. Cabut ah!
********
Malam Sabtu, Pukul : 20.05 WIB di Kupang Surabaya.
Aku merasakan Temaram lampu di sepanjang jalan Kupang malam itu berubah mencekam, merisaukan, aku tidak mengerti dengan perasaanku sendiri, bingung. Seharusnya acara tasyakkuran Aqiqah anak pertama mbakku itu berhiaskan kegembiraan dan suka cita, karena ada sebuah peristiwa mulia, yaitu peristiwa tertebusnya jiwa dari Tuhan yang telah menciptakannya, sehingga tidak ada lagi hijab /penghalang apapun antara orang tua dengan anaknya.
Malam ini menjadi malam paling mengerikan yang pernah aku rasakan dalam perjalanan hidup ini. Rindu, Kekosongan jiwa, dan kegelisahan hati menjadi monster paling menakutkan yang hadir tiba – tiba menghantui fikiran dan jiwa ini. Hmm, perasaan apa ini? Perasaan yang aku rasa tidak akan pernah hadir menguasai diri ini lagi. Kejadian itu telah membuat aku jera dan enggan memperlakukan manusia yang benama wanita itu untuk dihormati. Kejadian itu telah membuat semua wanita bagiku sama, Lebay, kurang ajar, dan penipu. Mereka diciptakan hanya untuk dinikmati bak rokok 234, seperti kopi susu nesscafe, atau seperti rasa lezat yang ditawarkan KFC, semua bisa asal ada fulus.
Dulu. Aku yang datang dari desa, polos, lugu, kaku, norak, kampungan, dan tidak pernah kenal gombal apalagi ember. Dan aku yang baru tiga hari di kampus ini, tiba – tiba didatangi cewek cantik, ia datang memelas.
“Mas seandainya ada cewek menyatakan cinta kepadamu, apa jawabanmu?” Risa, teman satu kelompok di acara OSCAR (orientasi siswa cinta kampus) yang baru aku kenal dan aku anggap dekat denganku tiba – tiba mengajukan pertanyaan aneh kepadaku.
“Hah, yang bener aja, perempuan apaan itu Ris?, kok ga tau malu, mana ada perempuan nyatain duluan, itu berarti perempuan ga baik!” Jawabku.
“ Tapi, kalo seandainya dia teman akrabmu, tentunya kamu ga mau kan menyakitinya, khan?”
“ Ya terpaksa, asal dia mau berkometmen dan mau mengikuti semua aturan mainku”.
“ Jadi, pean mau menerimanya?”
“ Ya, aku coba jalani, satu bulan, dua bulan, kalau dia berubah lebih baik aku bisa perpanjang, hehehe”.
“ Aku serius mas!”
“ Loh, siapa yang maen – maen Ris ?”
“ Kalo perempuan itu aku?” Aku kaget dan aku tidak bisa mengelak dia telah menyekakku, aku cuma bisa tersenyum dalam hati, bisa aja dia menipuku, aku tertipu tapi, tipuannya kali ini tidak merugikanku. Hehehe
Dan kamipun jadian. Dia mulai hadir dalam kehidupanku, sedikit demi sedikit namun pasti dia telah merubah kehidupan mandiriku menjadi lebay, melankolis, manja, apa – apa minta diperhatikan. Tapi, saat itu aku beruntung punya pacar dia, apa – apa gratis, makan gratis, apalagi minum asal air putih, katanya. Hehehe. Maklum, orang tuanya yang punya kantin di kampus kami. Perhatiannya kepadaku melebihi perhatian orang tuaku, sedikit – sekidit di teleponin padahal cuma nanyakan hal – hal yang ga penting. “ Mas, udah mandi?”. Dan aku termanjakan, hatiku perpuisi, aku bener – bener terhipnotize gaya pacarannya, aku tidak menyangka akan memimpikannya, inikah cinta?.
Hingga hubungan kami berumur satu semester, sekitar enam bulanan, saat itu politik negeri ini memanas, masyarakat terkeping – keping menjadi beberapa kepingan VCD dan DVD ups! maksudku pro dan kontra, dan berimbas kepada hubungan kami. Aku yang sejak awal sulit mendapat restu dari keluarganya yang Jawi dan aku karena orang Madura. Madura yang hanya dikenal karena keras dan arogannya, padahal yang aku tahu orang Madura itu mereka kasar hanya di luarnya saja tapi sebenarnya orang Madura semuanya berhati lembut. Hehehe. Sekalian promo nih, mumpung banyak diskon.
Ketidak setujuan itu tambah sips ae, maksudku tambah menjadi - jadi karena aku yang kebetulan masuk organisasi kemahasiswaan HMI, sedangkan dia dan keluarganya NU tulen, saking tulennya jika ditanya soal agama dia akan menjawab agamaku NU. Hehehe. Mereka menuduhku ikut andil dan bertanggung jawab dalam pelengseran presiden yang saat itu dijabat oleh almarhum GUSDUR Allahummaghfir lahu, yang aku sendiri juga sebenarnya pengagum beliau. Namun, cintaku kepada GUSDUR apa adanya, wajar dan tidak berlebihan.
Tiba - tiba Risa dengan tanpa ragu menyeretku ke pojok ruang F yang dekat WC itu, bukan minta dicium atau disayang tapi dia malah berteriak.
“Mas, kita putus!!”. Tamparan itu sungguh mengenai relung hatiku terdalam. Sakit sekali! Bayangkan (bayanginnya jangan lama-lama). Dia yang mengajari aku berpuisi, dia yang mengajari aku rindu, dia juga yang mengajari aku tentang indahnya makhluk bernama wanita itu. Tapi, dia pula yang menyerabutnya, seperti malaikat maut, membabi buta dengan alasan yang menurutku kurang bijak. Dia Penipu. Saat itu aku tidak bisa menjawab apa – apa, karena itu hak dia, dia yang memulai hubungan ini, dia pula yang mengakhirinya. Klops!
Sejak saat itu, aku tidak mau lagi menyicipi apa itu “Cinta”, Cinta itu bagiku adalah tembelek kingkong, kalau toh ada cewek ngajak gituan aku ga bakalan serius, it's just for Fun. Kamu tau, efeks sampingnya apa? satu – satu wanita berguguran menjadi korbanku. Hingga akhirnya aku mengenalmu di ujung perjalananku di kampus ini. Kamu yang Jawa, yang juga aktivis PMII yang secara struktural di bawah naungan NU. Membuat aku ragu menyatakan yang sejujurnya, malam itu aku bergelut dengan perasaanku sendiri, menyatakannya atau tidak, kamu telah mencabik – cabik keberanianku. Aku ragu kamu dan keluargamu akan menerimaku. Tapi, aku tidak bisa berdiam, aku harus melawan kerasnya perasaan ini. Inilah asliku, aku tidak bisa bersembunyi di balik perasaanku ini.
“ Hallo, Assalamu ‘alaikum!” Dengan sangat terpaksa aku menelponmu, hidup atau mati.
“ Ya, waalaikum salam, Kak Aldy?” Aku dengar kamu menjawab salamku kaget.
“ Ani, maafkan aku, aku tidak peduli jawabanmu nanti apa, aku hanya ingin kamu tau, jika malam ini aku gelisah, aku merindukanmu.. An, aku mencintaimu!” Aku sebenarnya mau menutut gagang telponku, aku tidak mau mendengar jawaban tidakmu. Tapi,..
“ Kak Aldy, pean tidak sendiri kak, ternyata saya juga, saya kira saya saja yang merasakan kegelisahan ini!”. Tanpa ragu kamu menjawabku dan malam itu sungguh telah menjadi malam kembalinya diri ini.
Sejak saat itu, kita berjalan bersama tanpa kommetment apapun, kita mengalir apa adanya, tanpa gombal apalagi ember. Hingga akhirnya hubungan kita terikat dengan ikatan sumpahku "mitsaqan ghalidhan" ikatan pernikahan. An, hubungan ini semakin lama semakin meyakinkanku akan indahnya perhiasan dunia itu, terus dan jangan pernah berhenti meyakinkanku akan indahmu, dan teruslah bertahan menjadi wanita shalehahku, aku akan mengimbangimu untuk menjadi lelaki shalehmu. Insya Allah..
Hmm, ternyata, wanita itu diciptakan sebagai penyempurna kekurangan sifat laki – laki. Wanita itu diciptakan dari tulang rusuk laki – laki untuk menjadi teman, sahabat, tempat berkeluh kesah, penakluk keangkuhan laki – laki. Wanita itu bukan diciptakan dari tulang kepala laki – laki yang kemudian dibiarkan bablas, menguasai, menuntut kesetaraan, emansipasi berlebihan dan menjadi pemimpin laki – laki, atau juga bukan dari tulang kakinya untuk kemudian ditindas seenaknya oleh laki - laki, dijajah, disiksa, disakiti, karena dianggap sebagai bawahannya.
Tuhan kini aku kembali, setelah tak lama aku pergi, maafkan aku!
0 komentar:
Posting Komentar