Hikmah peristiwa Wukuf dan Kurban
Oleh : Mukti Ali, S.Pd.I
disampaikan pada Khutbah Idul Adha 1433 H. di SMA TRIMURTI SURABAYA
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.
Marilah dalam kesempatan mulia ini,
di hari raya Idul Adha 1433 H, kita senantiasa memanjatkan puja dan puji syukur
ke hadirat Allah swt. yang telah memberikan kita kenikmatan yang sangat banyak
dan seandainya kita hitung nikmat – nikmat itu, kita tidak akan sanggup menghitungkannya.
Salah satu manifestasi rasa syukur itu yaitu dengan senantiasa menjaga kwalitas
keimanan dan ketaqwaan kita dengan selalu menjaga ibadah Sholat kita dan juga
dengan mejalankan ibadah berkurban yang diperintahkan kepada kita pada hari
Raya Idul Adha dan hari – hari tasyrik yaitu pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzul
Hijjah, sebagaimana firman Allah dalam surah Al Kautsar :
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ
وَانْحَرْ
Sesungguhnya Kami telah memberikan
kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan
berkorbanlah (QS Al Kautsar [108]:1-2).
Kemudian, Sholawat dan salam semoga
tetap tercurah limpahkan kepada Nabi terakhir, Nabi kita Nabi Besar Muhammad
SAW, juga kepada keluarganya, kepada sahabat – sahabatnya, dan kepada penerus
risalahnya yang terus berjuang untuk tegaknya nilai – nilai Islam dan kaum
muslimin di muka bumi ini hatta ila yawmil qiyamah.
Dialah pendidik sejati yang
menanamkan ruh iman ke dalam dada sahabat-sahabatnya, beliau tidak hanya
menjadi penyeru, beliau tak hanya pandai memberi contoh, tapi beliau juga
menjadi pemandu, beliau juga dapat dijadikan contoh oleh para sahabat dan
pengikutnya.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.
Takbir, tahlil dan tahmid menggema
di seluruh penjuru muka bumi ini, menyertai saudara-saudara kita yang datang
menunaikan panggilan agung ke tanah suci Mekkah guna menunaikan ibadah haji ke
baitullah, yang merupakan ibadah rukun Islam yang kelima.
Bersamaan dengan itu pula, seluruh kaum Muslimin di dunia merayakan Idul
Adha yang juga lazim disebut hari raya Qurban. Ibadah ini sejatinya merupakan
sarana untuk mengenang kisah heroik yang dipertontonkan dua anak manusia di
pentas sejarah kehidupan yang sulit ditemui padanannya. Yaitu, Kisah Nabi
Ibrahim dan putranya Nabi Ismail as. Kita semua sudah tahu rangkaian peristiwa
yang dialami oleh kedua Nabiyullah tersebut. Sejak dari keinginan Nabi Ibrahim
as. untuk memiliki anak keturunan hingga usia yang sangat senja, dan kisah
kesedihannya untuk menyembelih Ismail, putra kesayangan yang sangat
diharapkannya.
Kisah luar biasa ini merupakan cerita pengorbanan paling fantastis yang
pernah diabadikan oleh sejarah. Pengorbanan tanpa pamrih yang dilakukan demi
bakti dan kecintaan hakiki hamba kepada
Rabbnya. Berkat pengorbanan ini,
Nabi Ibrahim mendapat dua kesitimewaan dari Allah dan juga ummat manusia.
Pertama, Allah mengangkatnya sebagai kekasih sehingga Nabi Ibrahim
diberi gelar
Khalilullah yakni kekasih Allah.
Kedua, Nabi Ibrahim as. adalah Bapak
para Nabi, kita tahu keturunannya banyak yang menjadi Nabi, Termasuk Nabi Isa
dan Nabi kita Nabi Muhammad SAW. Untuk keistimewaan ini, Nabi Ibrahim mendapat
gelar
Abul Anbiya’ yakni leluhur para nabi. Dalam Al-Qur’an Surat
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِيْ إِبْرَاهِيْمَ
وَالَّذِينَ مَعَهُ.
“Sungguh, telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan
orang-orang yang bersamanya.” (QS Al-Mumtahanah [60]: 4)
Dan di dalam bacaan sholat, kita selalu bersholawat kepada Nabi Muhammad dan
Nabi Ibrahim :
Allahumma Sholli alaa Muhammad ….
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.
Setidaknya ada dua pelajaran yang dapat kita petik dari peristiwa bersejarah
ini :
Pertama peristiwa wukuf di arafah sebagai ajang Instrospeksi Diri
dan jangan main hakim sendiri.
Kemaren, tanggal 9 Dzulhijjah jamaah haji dari berbagai penjuru dunia berkumpul
di Arafah melakukan wukuf. Wukuf merupakan puncak penyelenggaraan ibadah haji.
Dan Sah-tidaknya haji seseorang sangat ditentukan oleh hadir-tidaknya ia wukuf
di Arafah. Sebab
wukuf merupakan inti dari segenap rangkaian ibadah
haji.
Rasulullah Muhammad SAW menyatakan:
الْحَجُّ عَرَفَةُ
“Inti Haji adalah wukuf di Arafah” (Hadits Shahih Imam An-Nasai)
Walaupun seorang jama’ah haji melakukan kegiatan thawaf mengelilingi Ka’bah,
sa’i bolak-balik antara Shofa dan Marwah, melontar batu di Jamarat, namun jika tidak
ikut-serta wukuf di Arafah, maka orang itu tidak dianggap melakukan haji.
Artinya hajinya tidak sah. Sebab inti daripada prosesi ibadah haji ialah
melaksanakan wukuf di Arafah.
Uniknya, justeru kegiatan wukuf merupakan kegiatan yang paling tidak menuntut
kegiatan jasmani. Tidak seperti thawaf atau sa’i atau melontar jumrah. Semua
kegiatan tersebut menuntut keterlibatan jasmani yang seringkali bahkan
mengandung resiko. Tatkala sedang thawaf jamaah haji sangat mungkin
berdesak-desakan selama mengelilingi Ka’bah. Ketika sedang sa’i sangat mungkin
seseorang mengalami keletihan. Bahkan saat di Jamarat seseorang sangat mungkin
malah terkena lemparan batu jamaah haji lainnya.
Sedangkan kegiatan wukuf merupakan kegiatan dimana seorang hamba Allah
dituntut untuk berdiam diri, tidak melakukan kegiatan jasmani apapun. Yang
menjadi tuntutan ialah bersibuk tenggelam di dalam dzikrullah (mengingat Allah swt
) dan tafakkur (merenung, dan instrospeksi diri).
Melalui kegiatan wukuf, setiap muslim disuruh untuk
“stop and think”
alias berhenti sejenak untuk merenung dan instrospeksi diri “Faqqir qobla
antakzima! “dan ”Look before leap!” dan Jangan biarkan diri tenggelam dalam
berbagai kegiatan dan rutinitas yang tidak berguna, kegiatan yang sia – sia, apalagi
kegiatan yang menimbulkan banyak kerugian, kerugian materi apalagi sampai
menelan korban jiwa.
Mengapa Akhir – akhir ini tawuran, main hakim sendiri, merasa diri paling
benar, anarkisme dan kekerasan fisik tumbuh subur di tengah - tengah kita? Dan ironis
hal ini tidak hanya lakukan oleh masyarakat awam yang tinggal di hutan atau
pedesaan tapi ini juga terjadi di perkotaan, di sekolah – sekolah, di kampus –
kampus yang
notabene masyarakatnya terdidik,
masyarakat yang seharusnya mengedepankan akal sehat dan kemaslahatan.
Tawuran, main hakim sendiri, anarkisme dan kekerasan fisik, timbul atau
lahir karena sudah tidak berfungsinya makna wukuf makna instrospeksi diri pada
diri manusia sehingga perbuatannya jauh dari ajaran yang disyariatkan Agama.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Kemudian pelajaran yang
kedua dari peristiwa agung ini adalah Makna
PENGORBANAN Nabi Ibrahim as.
Idul Adha yang kita peringati saat ini, dinamai juga “Idul Nahr” artinya
hari raya memotong kurban binatang ternak. Setelah titel Al-khalil
disandangnya, Malaikat bertanya kepada Allah: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau
menjadikan Ibrahim sebagai kekasihmu. Padahal ia disibukkan oleh urusan
kekayaannya dan keluarganya?” Allah berfirman: “Jangan menilai hambaku Ibrahim
ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya dan amal bhaktinya!”
Sebagai realisasi dari firmannya ini, Allah SWT mengizinkan pada para
malaikat menguji keimanan serta ketaqwaan Nabi Ibrahim. Ternyata, kekayaan dan
keluarganya dan tidak membuatnya lalai dalam taatnya kepada Allah.
Dalam kitab “
Misykatul Anwar” disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim
memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain
mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah
yang menurut orang di zamannya adalah tergolong milliuner. Ketika pada suatu
hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang “milik siapa ternak sebanyak ini?”
maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila
Allah menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah
meminta anak kesayanganku Ismail, niscaya akan aku serahkan juga.”
Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan bahwa, pernyataan
Nabi Ibrahim yang akan mengorbankan anaknya jika dikehendaki oleh Allah itulah
yang kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji iman dan taqwa Nabi
Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu
masih berusia 7 tahun. Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan ini, supaya
dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat
mengerikan! Peristiwa spektakuler itu dinyatakan dalam Al-Qur’an:
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي
أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ
سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya:
Ibrahim berkata : “Hai anakkku sesungguhnay aku melihat dalam
mimpi bahwa aku menyembelihmu “maka fikirkanlah apa pendapatmu? Ismail
menjawab: Wahai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah
engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS Aa-saffat: 102)
Ketika keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah. Iblis datang
menggoda sang ayah, sang anak, dan sang ibu silih berganti. Akan tetapi Nabi
Ibrahim, Siti hajar dan Nabi Ismail tidak tergoyah oleh bujuk rayuan iblis yang
menggoda agar membatalkan niatnya. Mereka tidak terpengaruh sedikitpun untuk
mengurunkan niatnya melaksanakan perintah Allah. Ibrahim melempar iblis dengan
batu, mengusirnya pergi. Dan ini kemudian menjadi salah satu rangkaian ibadah
haji yakni melempar jumrah.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Ketika sang ayah belum juga mengayunkan pisau dileher putranya. Ismail
mengira ayahnya ragu, seraya ia melepaskan tali pengikat kaki dan tangannya,
agar tidak muncul suatu kesan atau image dalam sejarah bahwa sang anak menurut
untuk dibaringkan karena dipaksa ia meminta ayahnya mengayunkan pisau sambil
berpaling, supaya tidak melihat wajahnya.
Nabi Ibrahim memantapkan niatnya. Nabi Ismail pasrah, sedetik setelah pisau
nyaris digerakkan, tiba-tiba Allah berseru dengan firmannya, menyuruh
menghentikan perbuatannya. Allah telah meridloi pengorbanan Nabi Ibrahim dan
Nabi Ismail, sebagai imbalan keikhlasan mereka, Allah mencukupkan dengan
penyembelihan seekor kambing sebagai korban, sebagaimana diterangkan dalam
Al-Qur’an surat As-Saffat ayat 107-110:
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“
Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ
“
Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) dikalangan orang-orang
yang datang kemudian.”
سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ
“
Yaitu kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim.”
كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
“
Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Menyaksikan tragedi penyembelihan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah
umat manusia itu, Malaikat Jibril kagum, seraya terlontar darinya suatu
ungkapan “
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Nabi Ibrahim
menjawab “Laailaha illahu Allahu Akbar.” Yang kemudian dismbung oleh Nabi
Ismail “Allahu Akbar Walillahil Hamdu.’
Allahu Akbar 3x
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Itulah peristiwa agung, sebuah sejarah pengorbanan CINTA yang sebenarnya
antara hamba
terhadap Tuhannya, dan
sebuah sejarah KETULUSAN dan KEPASRAHAN kehidupan keluarga yang berbuat hanya semata
– mata karena patuh dan tunduk kepada Allah swt.
Dan dari sejarahnya itu, maka lahirlah kota Makkah dan Ka’bah sebagai kiblat
umat Islam seluruh dunia, dengan air zam-zam yang tidak pernah kering, sejak
ribuan tahunan yang silam, sekalipun tiap harinya dikuras berjuta liter,
sebagai tonggak jasa seorang wanita yang paling sabar dan tabah yaitu Siti
Hajar dan putranya Nabi Ismail.
Mudah-mudahan perayaan Idul Adha kali ini dapat membimbing hati kita,
menjadi pegangan hidup kita agar sikap dan tingkah laku kita senantiasa mendapat
perlindungan dan ridhoi dari Allah, sehingga negeri kita ini menjadi
Baldatun
Thoyyibatun wa Robbun Ghofur . Amin 3x ya robbal alamin.
أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ
الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ
وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ
السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ.
فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ
هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ